Jumat, 06 Januari 2012

KEAGUNGAN IBU SAPI


Dalam kehidupan sehari hari, kata sapi sudah tidak asing lagi bagi telinga kita. Namun setiap orang berpandangan berbeda terhadap satu binatang yang unik ini. Meskipu di jaman modern ini, orang orang sudah melupakan betapa agung dan pentingnya sapi, namun para umat yang mengikuti tradisi Veda masih tetap tegar untuk memberi penghormatan dan perlindungan kepada keturunan ibu Surabhi, bibi deva Indra, pemimpin para deva, yaitu para sapi. Berdasarkan peradaban Veda, sapi merupakan binatang yang sangat di sakralkan. Diuraikan bahwa kita umat manusya memliki tujuh ibu dan salah satu dari tujuh ibu itu adalah sapi. Beliau merupakan lambang dari ibu pertiwi yang memberikan kesejahtrean kepada semua makhluk hidup di bumi ini. Karena itulah para umat manusya diajarkan untuk tidak menyemblih dan memakan daging sapi. Selain mempunyai manfaat di dalam kehidupan rohani, sapi juga memelihara kita di dalam kehidupan material kita seperti misalnya dengan memberikan susu sapi dan berbagai produk susu. Selain susu dan berbagai produk, sapi juga memberikan berbagai jenis bahan obat obatan seperti misalnya kencing sapi dan tahi sapi yang bahkan ilmuwan modern sekalipun menerima bahwa air kencing sapi dan kotoran sapi mengandung zat anti septik yang bisa digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Di India, didalam system pengobatan Ayur Veda, ada system yang di sebut pengobatan panca gavya. Panca gavya adalah lima jenis produk yang di hasilkan oleh sapi yaitu; susu, yogurt, ghee, kencing sapi dan kotoran sapi. Panca gavya ini diangap sebagai bahan bahan yang menyucikan. Bahkan di dalam yajna dan memandikan pratima di berbagai kuil, bahan bahan ini sangat diperlukan. Tanpa panca gavya, seseorang tidak bisa menginstalasi pratima di dalam kuil.  Selain bahan bahan yang bisa di komsumsi dari segi material, sapi juga membantu para petani di dalam berbagai hal. Sapi jantan di gunakan untuk membajak dan kotoran sapi digunakan untuk pupuk.

Diuraikan bahwa 33 juta para dewa yang bertugas di alam semesta ini bertempat tingal di setiap bagian badan sapi. Ibu Ganga, yang merupakan kepribadian devi yang sangat termasyur yang mampu menhapuskan berbagai dosa orang yang mandi di di sungai Ganga, bertempat tingal di dalam kencing sapi. Ini hanya salah satu keagungan dari ibu sapi yang diuraikan di dalam sastra Veda. Karena itulah umat manusya dianjurkan untuk memelihara sapi dan memberikan penghormatan kepada sapi seperti kita memberikan hormat kepada seorang ibu. Tuhan Sri Krsna sendiri yang muncul ke dunia material ini memberikan contoh kepada kita semua untuk menghormati sapi. Beliau bahkan lebih memementingkan sapi dari semua makhluk hidup lainya termasuk para brahmana. Seprti diuraikan di dalam sastra “namo brahmaëya-deväya go-brähmaëa-hitäya ca jagad-dhitäya kåñëäya govindäya namo namaù”.
            Di vrndavan, tradisi menghormati sapi sapi masih berlangsung sampai sekarang. Di beberpa tempat di daerah pedalaman di Vraja bumi, ketika mereka memasak roti ( capati ), roti pertama akan diberikan kepada sapi karena mereka mengangap bahwa krsna hanya akan menerima persembahan kalau mereka memuaskan sapi sapi dan para brahmana.kemudian roti kedua di berikan kepada orang suci yan kebetulan lewat di daerah desa tersebut dan roti lainnya, di persembahkan kepada arca Sri Krsna.
            Srila Bhaktivedanta swami Prabhupada, pendiri dan acarya ISKCON menguraikan bahwa perlindungan sapi sangat penting sekali di dalam kehidupan rohani. Beliau menjelaskan sebagai berikut:
 
 Umat manusya mesti mengetahui pentingnya baik sapi jantan maupun sapi betina dengan demikian memberikan perlindungan sepenuhnya pada binatang yang sangat penting ini, dengan mengikuti jejak kaki maharaj Pariksit. Karena dengan melindungi sapi sapi  dan tradisi kebrahmanaan, maka tuhan yang sangat mencintai sapi sapi dan para brahmana (go-brähmaëa-hitäya), akan menjadi puas sehinga akan mengaugrahkan ketenangan atau kedamaian sejati kepada kita. ( SBhg 1.17.9 PP ) 

 Dengan melalaikan sapi sapi, apa lagi dengan mendirikan tempat pemotongan sapi sapi, ini hanya akan menghancurkan kesejahtraan dunia. Seperti Srila prabhupada sekali lagi mengaris bawahi, “ membunuh sapi berarti mengakhiri peradaban manusya” (SBhg, 1.4.9 PP)
            Secara pribadi saya masih teringat di masyarakat kita di kalangan hindhu di Bali. Ketika saya masih kecil, orang tua saya sering memperingatkan bahwa kalau kamu makan daging sapi, kamu tidak boleh datang ke pura tanpa mandi terlebih dahulu. Peringatan ini di berikan oleh orang tua saya dan sudah merupakan peringatan turun temurun dari nenek moyang kami. Namu sayangnya beberapa orang berangapan bahwa karena kalau kita makan daging sapi, maka kita tidak bisa masuk ke pura, itu berarti sapi adalah binatang haram. Ternyata setelah kita amati dan mempelajari kitab suci veda, ternyata sapi merupakan binatang yang suci yang dihormati oleh para dewa sekalipun. Bukanlah karena sapi merupakan binatang haram, maka kalau kita makan daging sapi kita tidak bisa ke pura tetapi karena sapi merupakan binatang yang sangat suci, sehinga kalau kita memakan daging sapi, maka kita diangap orang yang sangat berdosa, degan demikian tidak bisa masuk ke pura.  Karena itu, setelah makan daging sapi, kita harus menyuckan diri, paling tidak mandi terlebih dahulu sebelum memasuki tempat suci.
  Ini bukan berarti bahwa kita bisa berlangsung memakan daging sapi dan kemudian mandi dan menyucikan diri. Tidak! Itu bukanlah proses prayascita yang sejati. Proses prayascita yang sejati adalah menyucikan diri dari perbuatan berdosa, merenungkan kegiatan berdosa tersebut dan berusaha untuk menghindari kegiatan tersebut. Kita hendaknya tidak melakukan prayascita seperti gajah mandi. Sri Pariksit maharaj di dalam Srimad Bhagavatam menguraikan sebagai berikut.
kvacin nivartate 'bhadrät
kvacic carati tat punaù
präyaçcittam atho 'pärthaà
manye kuïjara-çaucavat

Kadang kadang, orang sadar akan kegiatan berdosa namun melakukan kegitan berdosa lagi. Dengan demikian saya mengangap proces melakukan kegiatan berdosa yang berulang ulang dan penyucian berulang ulang sebagai hal yang tidak berguna. Ini sama halnya dengan gajah mandi ( kunjara-sauca-vat), karena gajah membersihkan dirinya dengan mandi namun begitu selesai mandi dan kembali ke daratan, sang gajah akan menghamburkan lumpur pada kepala dan badannya. ( Srimad Bhagavatam, 6.1.10).  
            Jadi ajaran dari orang tua kita, tidak boleh ke pura setelah makan daging sapi, hendaknya diambil serius dan menghindari daging sapi selama lamanya dan berusaha mengerti keagungan ibu sapi. Diuraikan juga bahwa orang yang membunuh sapi, atau makan daging sapi, akan menderita di planet neraka selama ratusan tahun untuk membayar satu dari bulu sapi yang mereka makan. kalau seseorang makan daging sapi yang memliki seratus ribu bulu, maka orang tersebut mesti menderita di neraka selama 100.000 dikali 100 tahun. Sudah tentunya kita menghindari penyemblihan sapi dan makan daging sapi bukan karena takut untuk masuk neraka tapi karena rasa kasih sayang kita kepada ibu sapi yang telah berkenan memberikan kita berbagai jenis makanan terbuat dari susu sapi dll sperti yang diuraikan di atas. Tanpa kita bisa menghormati ibu sapi, maka kita tidak akan bisa memuaskan yang maha kuasa, yang mempunyai rasa cinta yang sangat daam kepada sapi. Tanpa seseorang memuaskan yang maha kuasa, maka tidak ada kata kedamaian baik di dalam hidup ini maupun di dalam kehidupan mendatang bagi orang seeprti itu.
Segala pujian kepada Go-mata. 
Sri Govindäya namo namas te

By Bhagiratha dasa

MUNCULNYA TUHAN JAGANNATHA


Festival Ratha Yatra Tuhan Jagannatha, Subhadra dan Balarama dirayakan setiap tahunnya di Jagananatha Puri, India. Di Jagannatha Puri Tuhan Jagannatha muncul adalah suatu episode yang menarik dalam sejarah Veda.
Raja Indradyumna adalah seorang penyembah Sri Visnu yang mulia dan dia sangat ingin sekali bertemu langsung dengan beliau. Pada suatu hari, atas kehendak Tuhan, seorang penyembah datang ke istana sang Raja dan dalam suatu diskusi dia mulai menceritakan tentang inkarnasi Tuhan yang bernama Nila Madhava. Setelah mendengar topik ini, raja Indayumna menjadi bersemangat sehingga dia mengirim para brahmana ke berbagai arah untuk menemukan Sri Nila Madhava. Namun mereka semua gagal dan kembali ke kerajaan. Hanya ada satu brahmana yang tidak kembali, dia bernama Vidyapati.
Setelah berkeliling ke berbagai tempat, akhirnya Vidyapati tiba di sebuah wilayah yang berpenduduk non Arya yang disebut dengan kaum Sabara. Disana dia tinggal yaitu dirumah pimpinan mereka yaitu Visvasu. Ketika dia tiba dirumah itu, tuan rumah sedang tidak ada, yang ada hanya putrinya yang bernama Lalita. Tak lama kemudian tuan rumah itu datang dan menyuruh putrinya untuk melayani sang tamu brahmana. Selama beberapa waktu Vidyapati tinggal disana dan atas permohonan Visvasu dia menikah dengan Lalita.
Pada waktu Vidyapati tinggal di rumah Sabara itu, dia memperhatikan beberapa keanehan pada Visvasu. Setiap malam sang Sabara keluar, dan pada hari berikutnya dia kembali dengan bau wewangian seperti kapur barus dan kayu cendana. Vidyapati menanyakan hal ini kepada istrinya dan istrinya mengatakan bahwa ayahnya keluar ke sebuah tempat yang rahasia untuk memuja Sri Nila Madhava.
Vidyapati merasa bahagia mendengar hal ini. Sebenarnya Lalita telah diperintahkan oleh ayahnya agar tidak mengatakan kepada siapapun tentang Sri Nila Madhava, tapi dia telah melanggar perintah itu. Vidyapati ingin segera melihats Sri Nila Madhavi. Dan akhirnya pada suatu hari, atas permohonan yang berulang kali dai putrinya Lalita, Sabara Visvasu menutup mata Vidyapati dan membawanya untuk melihat Sri Nila Madhava.
Menjelang keberangkatan Vidyapati, secara diam-diam istrinya mengikat sedikit biji sawi pada ujung pakaian Vidyapati, dengan cara seddemikian rupa agar mengambil berjalan biji-biji sawi itu tercecer untuk menandai jalan. Setelah mereka tiba ditempat itu, Sabara Visvasu membuka penutup mata Vidyapati dan Vidyapati dapat melihat keindahan Arca Sri Nila Madhava yang ajaib. Vidyapati menari dalam kebahagiaan rohani dan menyampaikan doa-doa pujian. Disini dimengerti dengan jelas Sri Nila Madhava adalah inkarnasi Tuhan dalam bentuk ARCA Vigraha. Tuhan muncul dalam bentuk arca untuk menerima persembahan para penyembahNya, khususnya bagi penyembah yang belum maju. Oleh karena Tuhan tidak dapat dilihat oleh siapapun kecuali oleh para penyembah murni maka beliau muncul sebagai Arca. Beliau menerima pelayanan para penyembah dan membantu mereka untuk mengembangkan cinta kasih rohani. Secara pribadi Vidyapati telah  merasakan karunia Sri Nila Madhava
Setelah Vidyapati selesai menyampaikan doa-doa pujian, Sabara Visvasu menempatkan dia dekat Arca kemudian dia pergi untuk mengumpulkan akar-akaran dan bunga-bunga hutang sebagai sarana persembahyangan. Ketika Visvasu telah pergi, Vidyapati melihat suatu kejadian yang ajaib. Seekor burung gagak yang sedang tertidur jatuh dari pohon dan tenggelam didalam danau dibawah pohon itu. Burung yang mati tenggelam itu segera mengambil wujud berlengan empat dan kembali keangkasa rohani (vaikuntha). Melihat hal ini, sang brahmana memanjat pohon itu untuk menenggelamkan diri seperti burung gagak itu.
Namun ketika dia mau melompat, terdengarlah suara dari angkasa, "O Brahmana, oleh karena kau telah melihat Sri Nila Madhava, hendaknya kau beritahukan pada Raja Indradyumna". Mendengar sabda itu Vidyapati turun dan menunggu. Sabara Visvasu segera kembali dengan membawa bunga-bunga hutan dan akar-akaran dar hutan. Lalu dia mulai memuja Sri Nila Madhava seperti biasa dia lakukan setiap hari, tatkala sedang sibuk sembahyang Tuhan bersabda, "Selama berhari-hari aku telah menerima persembahan bunga dan akar-akaran hutan yang sederhana yang kau persembahkan kepadaKu. Sekarang aku ingin persembahan yang mewah dari penyembahKU raja Indradyumna. Ketika Visvasu mendengar sabda ini dia berpikir, "aku akan dijauhkan dari pelayanan pada Sri Vila Madhava", oleh karena dia mengikat menantunya, Vidyapati dan menahannya di dalam rumah. Setelah beberapa waktu atas permohonan putrinya Lalita, Vidyapati dibebaskan dan diijinkan pergi. Sang Brahmana segera pergi pada raja Indradyumna dan menceritakan semua pengalamannya. Dalam kebahagian rohani yang besar baginda raja pergi bersama pasukannya untuk mengambil Sri Nila Madhava. Dari biji-biji sawi yang dicecerkan oleh Vidyapati, tumbuhlah tanman sawai yang kecil-kecil. Dengan mengikuti sawi ini sang raja tiba ditempat Sri Nila Madhava. Namun dia tidak menemukan Arca tersebut. Karena tidak dapat melihat bentuk Arca yang indah itu maka raja Indradyumna mengepung desa Sabara dan menangkap pimpinannya yaitu Visvasu. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara dari angkasa, "Lepaskan Sabara ini!" dipuncak Bukit Nila bangunlah sebuah tempat sembahyang. Disana sebagai Daru Brahmana atau kebenaran mutlak yang terwujud dalam bentuk kayu, kau akan melihatKu, tapi tidak akan dapat melihatKu dalam bentuk Nila Madhava".
Untuk membangun tempat sembahyang, raja Indradyumna mengambil batu dari tempat yang bernama Baulamala untuk dibawa ke Bukit Nila Kandara. Tempat suci Sri Ksetra atau Puri berbentuk sebuah sankha, dan pusar  Sankha itulah Baginda raja membangun tempat sembahyang. Di puncak tempat sembahyang itu sang raja membuat sebuah kelasa atau menara lancip dan dipuncak menara itu sebuah cakra ditempatkan.
Kemudian raja Indradyumna ingin agar Deva Brahma yang mengupacarai  tempat sembahyang itu. Dia pergi ke Brahmaloka dan menunggu sebentar disana. Sebentar di Brahmaloka sama dengan berabad-abad dibumi sehingga tempat sembahyang yang terletak didekat laut itu terkubur dalam pasir pantai.
Pada waktu Indradyumna ada di Brahmaloka, pertama Suradeva dan kemudian Galamadhava yang menjadi raja diwilayah tersebut. Raja Galamadhavalah yang menggali tempat sembahyang itu dari dalam pasir. Tak lama setelah tempat sembahyang itu telah digali datanglah raja Indradyumna dari Brahmaloka. Indradyumna menuntut bahwa dialah yang telah mendirikan tempat sembahyang itu, Galamadhava juga menuntut hal yang sama.
Pada sebatang pohon beringin dekat tempat sembahyang itu hiduplah seekor burung gagak yang bernama Bhusandi. Dia hidup sepanjang jaman dan dia selalu menyanyikan nama suci Rama. Dari pohon beringin itu dia menyaksikan dari awal tentang tempat sembahyang tersebut, sehingga dia memberitahukan bahwa Raja Indradyumna yang mendirikan tempat sembahyang itu. Karena ditinggalkan ke Brahmaloka lalu tempat sembahyang itu tertutup oleh pasir pantai. Dia juga mengatakan bahwa raja Galamadhavalah yang menggali tempat sembahyang itu dari dalam pasir. Karena raja Galamadhava telah merahasiakan hal yang sebenarnya maka Brahma memerintahkan dia untuk tinggaldi luar halaman tempat sembahyang, disebelah barat danau yang bernama Indradyumna Sarovara. Kemudian Indradyumna mohon pada Brahma agar mengupacarai temapt sembahyang dan daerah Sri Ksetra itu. Tapi deva Brahma berkata. "Sri Ksetra ini terwujud dari Tenaga Dalam Tuhan dan Tuhan mewujudkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, diluar kekuatanku untuk mensthanakan Tuhan disini. Tuhan Jagannatha dan tempat tinggalNya secara kekal berada di dunia material atas karuniaNya sendiri. Oleh karena itu aku hanya akan menempatkan bendera di puncak tempat sembahyang dan memberikan berkah ini, siapapun yang dari jauh melihat dan bersujud pada bendera ini, dengan mudah akan mencapai pembebasan.
Setelah beberapa waktu, Indradyumna merasa tidak semangat dan sedih karena gagal melihat Sri Nila Madhava. Dengan menganggap hidupnya tak berarti dia berbaring di atas rumput kusa memutuskan untuk berpuasa sampai meninggal. Pada waktu itu Jagannatha bersabda padanya dalam mimpi, "Baginda raja yang aku cintai, jangan cemas, Aku akan terapung dilautan dalam wujudKu sebagai Daru Brahman, ditempat yang bernama Bankimulan".
Dengan sejumlah pasukan sang raja pergi ke tempat itu dan melihat sebatang kayu besar yang bertanda Sankha, cakra, gada dan bunga padma. Walaupun sang raja menyuruh banyak orang dan gajah mengangkat kayu itu namun Daru Brahman bahkan tidak dapat digerakkan. Akan tetapi pada malam itu Jagannatha bersabda dalam mimpi sang raja. "Bawalah pelayanku yang dulu yaitu Sabara Visvasu, yang biasanya melayaniKu sebagai Nila Madhava dan tempatkanlah sebuah kereta keemasan di depan Daru Brahnab!".
Baginda raja raja mulai bekerja sesuai dengan petunjuk dalam mimpi. Dia membawa Sabara Visvasu dan menempatkan dia disamping Daru Brahman dan disamping lain ditempatkan Brahmana Vidyapati. Didepan Daru Brahman di tempatkan sebuah kereta keemasan kemudian dia mulai Kirtana (menyanyikan nama-nama suci Tuhan). Sang raja berdoa pada Daru Brahman agar berkenan naik keatas kereta. Daru Brahman dengan mudah dapat diangkat dan ditempatkan diatas kereta. Ditempat itu deva Brahma memulai korban suci dan menyetanakan Arca Suci Nrismhadeva. Arca Sri Nrimhadeva itu masih ada sampai sekarang. Beliau terletak disebelah barat Mukti Mandapa.
Untuk membentuk Arca Jagannatha dari Daru Brahman, raja Indradyumna memanggil banyak pemahat yang ahli dalam membuat arca. Akan tetapi tak seorangpun dapat menyentuh Daru Brahman. Ketika mereka memahat, pahat-pahat mereka hancur berkeping-keping. Akhirnya Tuhan sendiri yang datang menyamar sebagai tukang pahat tua yang bernama Ananta Maharana.
Dia berjanji bahwa kalau dia diijinkan bekerja didalam kamar yang pintunya dikunci, tertutup selama 21 hari maka Arca itu akan terbentuk. Segala sesuatu disiapkan. Sesuai dengan petunjuk pemahat tua itu maka pemahat yang lain-lainya, disuruh membuat tiga kereta.
Kemudian pemahat tua itu membawa Daru Brahman ke dalam tempat sembahyang dan menutup pintu. Sebelum dia menyuruh raja untuk berjanji bahwa tidak boleh membuka pintu sedikitpun juga sebelum 21 hari berlalu. Akan tetapi setelah 14 hari berlalu, sang raja tidak lagi mendengar suar pahat sehingga dia atas nasehat permaisurinya secara paksa membuka pintu tempat sembahyang itu dengan tangannya sendiri.
Didalam, sang raja tidak melihat pemahat itu, tapi dia melihat bahwa Daru Brahman telah berwujud dalam tiga bentuk sebagai Jagannatha, Subhara dan Balarama. Dia mendekati ketig Arca itu dan dia melihat jari-jari tangan dan jari-jari kaki Arca itu belum selesai. Mentri raja yang bijaksana itu memberitahukan pada raja bahwa pemahat tua itu adalah Jagannatha sendiri, dan karena sang raja telah melanggar janjinya dengan membuka pintu sebelum waktunya maka Jagannatha mewujudkan diriNya seperti itu.
Sang raja telah menganggap dirinya berbuat salah yang besar sehingga dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dengan demikian lagi dia berbaring diatas rumput kusa dan berpuasa. Tuhan Jagannatha datang dalam mimpinya dan bersabda, "Secara kekal Aku bersemayam disini di Nilacula dalam bentuk Jagannatha sebagai Daru Brahman. Aku tidak mempunyai tangan dan kaki maerial namun dengan indria-indria rohaniKu, aku menerima semua persembahan yang dipersembahkan dalam Bhakti oleh para penyembahKu dan untuk keuntungan seluruh dunia Aku bergerak dari satu tempat ketempat lain. Kau telah melanggar janjimu, namun hal itu adalah bagian dari LilaKu untuk mewujudkan bentuk Jagannatha ini guna melindungi kata-kata veda yang kekal. Bagi para penyembah yang matanya diolesi dengan salep cinta kasih rohani akan selalu melihatKu sebagai Syamasundara, yang memegang seruling. Jika keinginanmu adalah untuk menyembahKu dalam kemewahan dari waktu ke waktu agar Aku dihiasi dengan tangan dan kaki yang terbuat dari emas dan perak. Hendaknya kau harus tahu bahwa anggota-anggota badanKu adalah perhiasan dari segala perhiasan". Dalam Svetavatara Upanisad 3.19 dinyatakan :
Apano pado javano grahita
Pasyayty acaksuh sa srnoty akarnah
Sa vetti vedyam na ca tasyasti vetta
Tam ahir agryam purusan mahantam
"Tanpa tangan dan kaki beliau bergerak dan menerima tanpa mata Beliau melihat, dan tanpa telinga beliau mendengar. Beliau mengetahui segala yang dapat diketahui namun tak seorang pun yang mengetahuiNya. Mereka menyebutNya sebagai kepribadian Asli yang paling utama".
Untuk melindungi kata-kata veda inilah, Sri Jagannatha mengambil wujudnya tanpa tangan dan kaki. Namun Sri Jagannatha dapat menerima 56 jenis makanan dan keliling seluruh dunia dengan kereta ajaibNya.
Mendengar sabda Sri Jagannatha ini, dalam mimpinya ini raja Indradyumna berdoa, "O Tuhan yang hamba cintai, berkahi orang yang lahir dalam keluarga para pemahat Arca yang telah mewujudkan bentuk Anda agar setiap jaman mereka membantu dalam pembuatan kereta-kereta Anda".
Sri Jagannatha tersenyum dan menjawab, "Hai itu Aku penuhi". Keturunan Visvasu yang biasanya melayaniKu sebagai sebagai Sri Nila Madhava, hendaknya dari generasi ke generasi melayani Aku. Mereka dikenal sebagai para Dayita. Keturunan Vidyapati yang lahir dari istri brahmananya hendaknya melakukan pemujaan Arca kepadaKu dan keturunannya yang lahir dan istri sabarinya. Lalita, hendaknya masak makananKu, mereka dikenal sebagai para Suyara". Kemudian Baginda raja berkata pada Sri Jagannatha, :"Tuhan yang hamba Cintai, berkahilah hamba. Biarkanlah pintu-pintu tempat sembahyang Anda tertutup hanya 3 jam setiap hari sehingga penduduk dari seluruh alam semesta dapat darshan pada Anda. Semoga acara makanMu berlangsung terus sehingga jari-jari tangan padma tidak pernah kering".
Tuhan Jagannatha menjawab, "Tathastu, aku penuhi, dan untuk dirimu apa yang kau minta ?". Baginda raja menjawab, "hamba ingin agar hamba tidak punya keturunan dimasa depan nanti tak seorangpun yang menuntut tempat sembahyangMu sebagai miliknya. Hanya ini yang hamba mohonkan". Tuhan Jagannatha bersabda, "Tathastu, Aku penuhi". Dengan cara demikian Sri Jagannatha, Subara dan Balarama muncul kedunia material ini untuk keuntungan semua mahluk. Apakah keuntungan itu.
Pratimam tatra tam drstva
Svayam devana nirmitam
Anayasena vai yanti
Bhavanam me tato narah
"Sri Narayana bersabda pada Laksmi Devi", ditempat tinggal yang bernama Purusottama ksetra, yang jarang dicapai diantara ketiga dunia, Arca Kesava, yang dibentuk oleh Tuhan sendiri, bersthana. Kalau seseorang hanya melihat Arca itu maka dengan mudah dia akan mencapai tempat TinggalKu".

MUNCULNYA TULASI DEVI


Dalam suatu lila (Kegiatan) Radharani merasa tidak senanga dengan Tulasi sehingga beliau mengatakan agar Tulasi ke Dunia material.
Tulasi Devi turun ke bumi sebagai putri raja Dharma dhvaja, Beliau menginginkan Narayana sebagai suaminya. Kemudian beliau melakukan pertapaan di Badari kasrama selama ribuan tahun. Atas kehendak Krsna, Brahma datang pada Tulasi. Brahma menyuruh agar Tulasi menikah dengan seorang Asura yang bernama Sanckhacuda. Pertamanya Tulasi menolak namun Brahma menjelaskan bahwa nantinya Tulasi akan mendapatkan Narayana sebagai suaminya. Untuk lebih meyakinkan Tulasi Devi, Brahma memberikan dia suatu mantra agar pada waktu kembali lagi dunia Devi, Brahma memberikan dia suatu mantra agar pada waktu kembali lagi ke dunia rohani Radharani tidak akan marah padanya.
Tulasi Devi setuju atas gagasan Brahma itu. Brahma minta pada Tulasi agar tinggal dulu di Badarikasrama untuk menunggu kedatangan Sankhacuda. Adalah seorang prajapati yang bernama kasyapa. Dia mempunyai 17 istri. Salah satu diantaranya bernama Danu. Salah satu putra Danu bernama Vipracitti dan putranya Dambha. Dhamba adalah seorang penyembah Visnu yang mulia. Setelah menikah dia tidak mempunyai putra sehingga dia melalukan pertapaan keras untuk mendapatkan putra di Puskara. Selama 100.000 tahun dia memuja Krsna disana. Pada waktu dia sedang bertapa, sinar yang kuat dan terang benderang keluar dari kepalanya dan menyebar keseluruh dunia. Para deva menjadi kalang kabut karena sinar itu. Mereka datang pada Brahma namun Brahma menyuruh para deva pergi kepada Sri Visnu. Setelah menyampaikan doa-doa pujian Sri Visnu bersabda, "O para deva, jangan takut, penyembahKu, Dambha sedang bertapa untuk mendapatkan putra, Aku akan datang dan memberkatinya". Lalu Visnu pergi pada Dambha dan bersabda, "O Dambha Aku puas dengan tapasyamu, mintalah berkah apa yang kau inginkan".
Melihat Sri Visnu berdiri dihadapan dan bersabda seperti itu Dambha menyampaikan doa-doa pujian dan berkata, "O Devata, berikanlah hamba seorang putra yang akan menjadi penyembahMu dan yang tak terkalah oleh para deva dan yang akan menaklukkan ketiga dunia".
Sri Visnu bersabda, "Aku penuhi". Lalu beliau menghilang. Setelah beberapa waktu istri Dambha mengandung. Sudama adalah seorang Gopa (penggembala sapi) yang dikutuk oleh Radharani untuk turun ke dunia material dan Sudamalah yang masuk kedalam kandungan istri Dambha. Tak lama kemudian lahirlah seorang bayi yang diberikan nama Sangkhacuda. Anak ini cemerlang seperti bulan. Setelah cukup dewasa dia bertapa di Puskara memuja Brahma untuk mendapatkan kesaktian. Brahma puas dan memberkahinya agar tak terkalahkan Sankhacuda sebuah Kavaca (jimat) Sri Krsna yang akan membuat dia menang dimana-mana". Pergilah kau ke Badarikasarama dan menikahlah dengan Tulasi", kata Brahma kemudian menghilang.
Sangkhacuda pergi ke Badarikasrama dan bertemu dengan Tulasi Devi. Setelah memperkenalkan diri, merekapun menikah atas anjuran Brahma yang juga datang ke Badarikasrama.
Pada suatu hari, dikerajaan Sankhacuda diadakan pertemuan yang dihadari oleh Para Danava beserta guru mereka Sukracarya. Sukracarya menceritakan kisah antara para deva dan para Asura yang secara alamiah selalu bermusuhan. Sang guru menyemangatkan mereka untuk menaklukkan para deva.
Setelah segala sesuatunya disiapkan merekapun menyerang surga dan dapat ditaklukan. Sankhacuda mengendalikan ketiga dunia. Dia menjadi Indra, Kuvera, Bulan Matahari, Yama dan Vayu. Selama dia memerintah tidak ada kelaparan, kekeringan dan planet-planet semua jujur.
Para deva minta bantuan pada Brahma tapi Brahma menganjurkan agar menghadap Sri Visnu. Bersama Brahma merekapun datang pada Visnu dan menceritakan semua kesulitannya. Mendengar pengaduan para deva itu Sri Visnu tersenyum dan bersabda, "Wahai para deva, aku mengetahui semua tentang Sankhacuda. Dia adalah rekan akrabKu di Goloka Vrndavana. Deva Siva telah ditugaskan oleh Krsna untuk membinasakan Sankhacuda dengan Trisulanya. Karena itu pergilah kepadanya Dia akan mengatasi semua ini sesuai dengan kehendakKu".
Mendengar perintah itu para deva menghadap Siva dan menceritakan semua kejadiannya. Selanjutnya Siva mengirim utusan pada Sankhacuda. Utusan ini bernama Puspadanta. Puspadanta menyampaikan amanat Siva kepada Sankhacuda, "Wahai penguasa para Danava, kembalikan kerajaan para Deva kalau tidak kau harus bertempur melawanku".
Mendengar hal ini Sankhacuda tertawa dan berkata "aku akan mengembalikan kerajaan para deva setelah aku dapat dikalahkan oleh Siva. Hey Siva aku pasti akan menghadapimu". Utusan Siva kembali untuk menyampaikan kata-kata Sangkhacuda. Perangpun disiapkan oleh kedua belah pihak.
Tak lama kemuian perang dahsyat yang mengerikan pecah. Siva dengan semua pengikutnya beserta Devi Kali dan semua pengikutnya bertempur melawan Sankhacuda beserta pengikutnya. Pasukan Siva mampu memporak-porandakan pasukan Sankhacuda sehingga mereka kocar-kacir, berantakan. Melihat banyak prajurit dan panglimanya tewas Sankhacuda geram sekali dan dia berkata pada deva Siva, "Hey Siva, aku siap berdiri disini untuk menghadapimu. Majulah ! Sankhacuda melepaskan senjata-senjata saktinya menyerang Siva, Sivapun menghadapinya.
Deva Siva tak mampu menaklukannya, karena Sankacuda melepaskan senjata-senjata saktinya menyerang Siva, Sivapun menghadapinya.
Deva Siva tak mampu menaklukannya, karena Sankhacuda mempunyai dua kesaktian yang tak terkalahkan yaitu : Kavaca Krsna yang sedang dikalungkan pada lehernya dan kesaktiannya istrinya yaitu Tulasi Devi. Selama dia memakai kavaca (jimat)  Krsna dan selama istrinya setia maka Sankhacuda tidak akan mati atau tua. Mengerti akan hal ini, Visnu datang menyamar menjadi seorang Brahmin. Dan pada suatu kesempatan dia menemui Sankhacuda dan minta kavacanya. Sankhacuda sangat dermawan pada para Brahmin oleh karena itu dia memberikan kavaca itu yang merupakan nafas kehidupannya. Setelah menerima kavaca tersebut Visnu pergi dan lagi menjadi Sankhacuda. Kemudian Sankhacuda palsu ini pergi ke tempat Tulasi Devi. Tulasi devi menyambut sebagaimana menyambut suami yang menang dari pertempuran. Sementara Tulasi devi sedang bermain-main bersama Sakhacuda yang dianggap sebagai suaminya, Sankhacuda yang asli bertempur melawan Siva. Karena kedu kesaktiannya sudah hilang maka dengan mudah Deva Siva memenggal kepala Sankhacuda dengan trisulanya.
Sankhacuda dibebaskan dari kutukan Radhaa dan dia kembali ke Goloka Vrndavan dengan badan Gopanya yang rohani. Tulang-tulang Sankhacuda kemudian membentuk Sankha. Semua sankha di seluruh dunia berasal dari Sankhacuda. Air yang keluar dari sankha sangat suci dan memuaskan Sri sri Lakshmi Narayana.
Sementara itu Tulasi Devi masih asyik bermain-main bersama Sankhacuda palsu ditaman istana namun pelan-pelan dia menyadari bahwa yang sedang diajak itu bukan suaminya. Ini semua kehendak Krsna, ingatan dan pelupaan berasal dari Beliau. Lalu Tulasi devi bertanya, "siapa kau sebenarnya, katakanlah cepat !" tiba-tiba Sankhacuda palsu mengambil wujudnya yang sebenarnya yaitu sebagai Visnu.
Tulasi menjadi sangat marah sekali setelah menyadari apa yang telah terjadi, dia berkata, "hai Visnu, kau tak kenal belas kasihan, hatimu keras bagaikan batu karang. Karena kesetiaanku telah kau hancurkan maka suamiku kini pasti telah gugur. Karena hatimu keras seperti batu maka aku mengutukMu agar kau menjadi batu", kemudian Tulasi devi menangis.
Atas kehendak Krsna Deva Siva datang ketempat itu untuk mengatur segalanya. Deva Siva berkata, "O Tulasi Devi janganlah menangis, setiap tindakan akan reaksinya. Wahai wanita mulia, pertapaan yang dulu kau lakukan sekarang telah berbuah. Tinggalkanlah badanmu. Terimalah badan rohani dan dapatkanlah Visny sebagai suamimu, kau sejajar dengan laksmi devi. Badan yang kau tinggalkan akan menjadi sungai suci yang bernama Gandaki. Rambut-rambutmu akan menjadi tumbuhan tulasi, sarana yang paling penting dalam memuja Tuhan Sri Visnu. Tumbuhan Tulasi akan terkenal diseluruh dunia. Dalam wujud rohani sebagai kepribadian pohon Tulasi kau akan selalu bersama Visnu.
"Sebagai akibat dari kutukanmu Sri Hari (Visnu) akan menjadi batu di tepi sungai (Gandaki). Ulat-ulat yang giginya sangat tajam yang jumlahnya tak terhitung akan mengerat, menikis dan memotong batu itu. Pacahan batu itu akan dikenal sebagai Salagrama. Batu salagrama sangat mujur dan tak berbeda dengan Visnu sendiri.
Salagrama akan menikah dengan Tulasi. Siapapun yang menyimpan Salagrama, Tulasi dan Sankha dalam satu tempat maka dia akan bijaksana dan dicintai oleh Sri Visny". Setelah berkata demikian Deva Siva menghilang.
Setelah mendengar kata-kata Siva seperti itu Tulasi devi merasa bahagia. Beliau meninggalkan badannya dan mengambil badang rohani. Sri Visnu lalu membawanya ke Vaikuntha (dunia rohani). Sungai suci Gandaki segera terwujud dari badan Tulasi dan ditepinya Sri Visnu menjadi sebuah gunung batu dan ulat-ulat yang bergigi tajam mulai menggigit dan memotong batu itu. Pecahan batu yang jatuh ke sungai itu sangat mujur sedangkan batu yang berada di pasri yang kering dikenal sebagai Pingala. Batu-batu itu tidak mujur.

MUNCULNYA DEVI EKADASI


Pada jaman Satya ada seorang raksasa yang bernama Mura. Dia sangat sakti dan mengerikan sehingga dia mampu menaklukkan semua deva. Para Deva pergi dari surga dan terkatung-katung di bumi. Dengan dipimpin oleh Indra, para deva menghadap Deva Siva, "Wahai deva Siva yang mulia, para deva jatuh dari surga dan mengembara di bumi dan tinggal bersama orang-orang disana. Katakanlah apa yang harus kami lakukan".
Mahadeva berkata, "Wahai para deva, pergi dan carilah perlindungan pada Penguasa seluruh alam semesta yaitu Sri Visnu. Beliau pasti akan melindungi kalian". Kemudian para deva pergi ke lautan susu menghadap Sri Visnu. Indra dan para deva lainnya menyampaikan doa-doa pujian dan dia juga mengatakan apa yang sedang diderita oleh para deva karena raksasa Mura. Setelah mendengar doa-doa pujian para deva itu Sri Visnu bersabda, "O Indra, raksasa macam apakah dia, bagaimana bentuknya, kesaktian apa yang dia miliki, dimanakah tempatnya, katakanlah padaKu".
Indra berkata, "O Devata, dulu ada seorang raksasa yang mengerikan yang bernama Tajalengka yang lahir di keluarga Brahma. Anaknya bernama Mura, dia sangat sakti dan ditakuti oleh para Deva. Dia tinggal di kota Candravati, kota raksasa Mura. Melihat para deva datang Mura meraung dengan keras sehingga para deva lari kocar kacir keseluruh arah. Melihat Visnua menyerang semua antek-anteknya Mura dengan anak panah-anak panahNya ratusan orang raksasa itu menemui ajalnya, sisanya kabur. Sehingga Mura marah sekali, lalu dia datang menghadapi Visnu. Maka terjadilah pertempuran yang seru selama 1.000 tahun para deva. Karena capek Visnu meninggalkan pertempuran dan pergi ke Badarikasrama dan masuk ke sebuah goa yang bernama Simhavati. Disana Beliau tidur untuk istirahat. Mura terus mengikutiNya. Melihat Visnu sedang berbaring Mura senang sekali, dia berpikir, "akan kubunuh musuh para Asura ini". Akan tetapi sebelum dia melakukan niatnya tiba-tiba dari tubuh Sri Visnu muncullah seorang Devi yang cantik yang memegang berbagai jenis senajata di tangan-tangannya.
Sesaat kemudian mereka sudah terlibat dalam pertarungan seru. Devi itu sangat ahli dalam perang sehingga dalam waktu singkat beliau dapat memenggal kepala raksasa Mura. Mura mati, kepalanya berguling jatuh disamping Sri Visnu. Selanjutnya Visnu bangun dari tidurNya. Melihat kepala Mura disampingNya beliau merasa heran, "Siapa yang telah membunuh raksasa yang sakti dan mengerikan ini. Orang itu baik sekali padaKu". Perlahan-lahan sang Devi datang mendekat Sri Visnu sambil mencangkupkan tangan beliau berkata, "O Devata, hamba adalah Yogamaya (Tenaga dalam) Anda, atas karunia Anda hamba telah membinasakan raksasa Mura ini".
Sri Visnu bersabda, "Oleh karena kau mucul pada hari kesebelas maka Aku memberikanmu nama Devi Ekadasi. Wahai Devi Ekadasi aku puas terhadap apa yang telah kau lakukan untukku, sekarang mintalah, apa yang kau inginkan pasti akan au penuhi".
Devi Ekadasi berkata, " O Penguasa para deva, jika engkau bersengan hati terhadap hamba maka hamba mohon agar siapapun yang berpuasa pada hari kemunculan hamba ini dibebaskan dari reaksi-reaksi dosa dan dikaruniai pembebasan. Jadikanlah hamba hari suci yang paling Engkau cintai diantara semua hari suci dan semoga hamba dikenal seluruh dunia dan disetiap jaman".
Sri Visnu bersabda, "O Devi, apa yang telah kau minta aku penuhi. Kau akan menganugerahkan segala keinginan. Para penyembahKu diseluruh dunia akan melakukan puasa Ekadasi sambil menyembahKu pasti mereka akan mencapai pembebasan. Setelah bersabda seperti itu Sri Visnu menghilang.