Adalah seorang raja bernama Gandhi, yang mempunyai seorang putri yang bernama Satyavati, seorang Brahma yang bernama Rcika menimang putri ini untuk dijadikan istrinya. Akan tetapi, baginda raja menganggap Rcika tidak pantas untuk putrinya, oleh karena itu raja berkata kepada Brahma itu, "Tuhan yang baik hati, aku berasal dari dinasty Kusa. Karena kami adalah ksatria bangsawan, maka anda harus memberikan mas kawin kepada putriku. Oleh karena itu bawalah setidak-tidaknya 1.000 ekor kuda yang bersinar seperti sinar bulan dan masing-masing memiliki satu telinga hitam, baik telinga kiri maupun kanan". Dengan tuntutan baginda raja yang seperti ini, Rsi Agung Rcika dapat mengerti isi hati sang raja. Oleh karena itu, dia pergi kepada Deva Varuna untuk meminta 1.000 ekor kuda seperti yang dituntut oleh raja Gandhi. Setelah memberikan kuda-kuda ini, Rsi Rcika menikahi putri raja yang cantik itu. Selanjutnya istri Rcika Muni dan mertua perempuannya masing-masing menginginkan seoerang putra, lalu mereka memohon kepada sang Muni untuk menyiapkan sarana persembahan untuk mendapatkan putra. Dengan demikian Rcika Muni menyiapkan satu pesembahan untuk istrinya dengan mantra brahmana dan satu persembahan untuk mertua perempuannya dengan mantra Ksatria, setelah itu sang Rsi pergi mandi.
Sementara itu, karena Satyavati mengira bahwa persembahan untuk putrinya tentu lebih baik, sehingga dia meminta persembahan yang dimaksud untuk putrinya itu. Oleh karena itu, Satyavati memberikan persembahan untuk dirinya kepada ibunya dan memakan persembahan yang dimaksud untuk ibunya, (mereka saling tukar persembahan dan memakannya). Ketika Rsi Agung Rcika kembali dan mandi dan mengerti apa yang telah terjadi pada saat dia tidak ada dia berkata kepada istrinya, Satyavati, "Kau telah melakukan kesalahan yang besar, putramu akan menjadi Ksatria yang ganas dan kejam, dapat menghukum siapapun saja, dan ibumu akan memperoleh putra putra yang terpelajar dalam pengetahuan rohani". Akan tetapi, Satyavati dapat menenangkan Rcika Muni dengan kata-kata yang lembut. Satyavati mohon kepada suaminya agar putranya tidak menjadi seorang Ksatria yang ganas dan kejam. Rcika Muni menjawab, "Kalau begitu. Cucumu yang akan menjadi Ksatria seperti itu". Setelah beberapa lama, Satyavati pun melahirkan putra yang bernama, Jamdagni. Selanjutnya Satyavati menjadi sungai Kausiki yang suci untuk mensucikan seluruh dunia, dan putranya Jamdagni menikah dengan Renuka, putri Renu. Dari kandungan Renuka, Jamdagni mempunyai banyak putra yang dipimpin oleh Vasuman. Putra termuda bernama Rama atau Parasurama. Para sarjana yang terpelajar menerima Parasurama sebagai inkarnasi Sri Vasudeva, yang menghancurkan dinasty Kartavirya. Parasurama membinasakan semua Ksatria dimuka bumi ini 21 kali. Ketika raja-raja menjadi terlalu sombong karena pengaruh sifat nafsu dan kebodohan, tidak taat kepada dharma dan tidak mengindahkan hukum yang ditetapkan oleh para brahmana, Parasurama membinasakan mereka. Walaupun kesalahan mereka tidak begitu berat, namun Parasurama membunuh mereka untuk mengurangi beban bumi.
Raja Pariksit bertanya pada Sukadeva Gosvami "Kesalahan apa yang dilakukan oleh para Ksatria yang tidak bisa mengendalikan indria-indrianya, kepada Parasurama inkarnasi kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sehingga beliau menghancurkan dinasti para Ksatria berulang kali ?" Sukadeva Gosvami berkata, "Ksatria terbaik, Kartaviyarjuna, raja dan daerah Maihaya memperoleh 1.000 tangan dengan memuja dattatreya, ekspansi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Narayana. Dia juga tak terkalahkan dan memperoleh kekuatan indria yang tak terhalangi, ketampanan, pengaruh, kemasyuran, kesaktian bhatin untuk mendapatkan segala kesempurnaan yoga, seperti anima, dan laghima. Demikianlah setelah penuh kemewahan seperti itu, dia mengembara keseluruh alam semesta tanpa halangan bagaikan angin. Pada suatu hari, ketika sedang menikmati dengan dikelilingi oleh banyak wanita cantik di sungai Narmada, Kartaviyarjuna yang sombong berkalungkan kalungan kemenangan menghentikan aliran sungai itu dengan lengan-lengannya. Karena Kartaviryarjuna mengubah aliran air ke arah yang berlawanan sehingga membanjiri perkemahan Rahvana yang berada di tepi sunga Narvada, dekat kota Mahismati. Kejadian ini tak bisa dipertahankan oleh Rahvana yang berkepala sepuluh yang menganggap dirinya sebagai pahlawan besar. Ketika Rahvana mencoba menghina Kartaviryarjuna di depan wanita cantik itu dan menyerangnya, Kartaviryarjuna dengan mudah menangkapnya dan menyerahkannya kepada penjaga kota Mahismati, bagaikan orang yang menangkap seekor monyet, kemudian melepaskannya tanpa peduli. Pada suatu ketika Kartaviryarjuna sedang mengembara di hutan sunyi dan berburu, dia mendekati kediaman Jamdagni. Rsi Jamdagni yang tekun dalam pertapaan yang keras di hutan menerima sang raja beserta para prajurit menteri dengan baik. Beliau menyediakan segala keperluan untuk menghormati para tamu, karena beliau memiliki seekor sapi Kamdhenu yang dapat menyediakan segala sesuatu. Jamdagni mampu menjamu para pengikut raja dengan pantas dan memberikan mereka makan yang berisi ghee secara mewah. Sang raja merasa heran melihat kemewahan Jamdagni yang hanya memiliki seekor sapi, oleh karena itu raja iri kepada Rsi agung itu. Inilah awal kesalahan raja. Kartaviryarjuna berpikir bahwa Jamdagni lebih kuat dan kaya daripada dirinya karena sang Rsi mempunyai permata dalam bentuk sapi kamadhenu. Oleh karena itu dia dan pengikutnya tidak begitu menghargai penyambutan Rsi Jamdagni.
Malah sebaliknya, mereka menginginkan sapi kamadhenu yang digunakan untuk pelaksanaan korban suci agnihotra itu. Jamdagni lebih kuat daripada Kartaviryarjuna karena Rsi itu melaksanakan agnihotra yajna dengan ghee yang diperoleh dari kamdhenu. Karena sombong atas kekuatan materialnya, Kartaviryarjuna menyuruh anak buahnya untuk mencuri sapi kamadhenu milik Rsi Jamadegni. Dengan demikian, merekapun melarikan sapi kamdhenu beserta anaknya menuju ibu kota kerajaan Kartaviryarjuna, Mahismati. Setelah Kartaviryarjuna lari dengan membawa kamadhenu Parasurama kembali ke asrama. Ketika Parasurama, putra termuda Jamdagni, mendengarkan tindakan Kartaviryarjuna yang nista itu, Beliau menjadi sangat marah bagaikan seekor ular yang diinjak. Lalu beliau mengambil kapaknya yang mengerikan, perisai, busur panah dan tabung berisi anak panah-anak panah. Dengan kemarahan yang berapi-api Parasurama mengejar Kartaviryarjuna, lakasana seekor singa yang mengejar seekor gajah. Ketika Kartaviryarjuna memasuki ibu kota, Mahismati Puri, dia melihat bahwa Parasurama sedang mengejar sambil membawa sebuah kapak, perisai, busur dan anak panah-anak panah. Parasurama mengenakan sebuah kulit rusa hitam, dan ikatan-ikatan rambutnya nampak seperti matahari. Setelah melihat Parasurama seperti itu, Kartaviryarjuna segera memerintahkan pasukannya yang terdiri dari pasukan gajah, kereta kuda, dan tentara pejalan kaki yang bersenjatakan gada, pedang, anak panah, rsti, sataghni sakti dan senjata-senjata lainnya yang serupa untuk menyerang Parasurama. Kartaviryarjuna mengerahkan 17 aksauh ini tentara (1 aksau = 21.870) pasukan kereta dan gajah, 109.305 prajurit pejalan kaki, dan 65.610 pasukan berkuda) untuk menahan Parasurama. Akan tetapi, mereka semua dibunuh oleh Parasurama. Parasurama ahli sekali menghacurkan kekuatan musuh, Beliau bertempur dengan kecepatan pikiran dan angin, menebas musuhnya dengan kapaknya (parasu). Kemanapun Beliau melangkah, musuh-musuhnya berjatuhan, kaki, lengah dan bahu mereka terpotong, kusir mereka terbunuh, kuda-kuda dan gajah-gajah, tunggangan mereka, semuanya mampus. Dengan meggunakan kapak dan anak panah-anak panahnya Parasurama menghancurkan prisai, bendera, burus panah, dan tubuh-tubuh prajurit Kartaviryarjuna, yang berguguran di medan perang membasahi pertiwi dengan darah mereka. Melihat peristiwa ini, Kartaviryarjuna dengan kemarahan yang besar terjun ke medan perang.
Lalu Kartaviryarjuna dengan 1.000 tenaganya secara bersamaan memasang anak panah pada 500 busur untuk membunuh Parasurama. Namun, Parasurama adalah ksatria yang tercanggih, dengan hanya melepaskan anak panah secukupnya pada sebuah busur. Beliau dengan segera mematahkan anak panah dan busur yang berada pada tangan Karyaviryarjuna. Ketika anak panah-anak panahnya hancur berkeping keping, Kartaviryarjuna mencabut pohon-pohon dan bukit dengan tangannya sendiri dan melemparkan kuat kuat untuk membunuh Parasurama. Tetapi Parasurama memotong lengan-lengan Kartaviryarjuna dengan kapanNya, bagaikan orang memotong kepala ular. Selanjutnya Parasurama memenggal kepala Kartaviryarjuna yang seperti puncak sebuah gunung itu. Melihat ayahnya dibunuh, kesepuluh putra Karyaviryarjuna, lari ketakutan. Setelah membinasakan musuh-musuhnya, Parasurama membebaskan sapi kamadhenu dan anaknya, lalu Beliau kembali ke asrama dan memberikan sapi itu kepada ayahNya, Rsi Jamdagni. Parasurama menguraikan tindakannya pada waktu membunuh Kartaviryarjuna kepada ayah dan saudaraNya. Setelah mendengar hal ini, Jamdagni berkata kepada putranya, "O Pahlawan Agung, putraku Parasurama yang tercinta, Engkau telah membunuh raja sebenarnya tidak perlu. Raja merupakan wakil dari semua Deva, oleh karena itu Engkau telah berbuat dosa. Putraku tercinta, kita adalah Brahmana dan dipuja oleh orang umum karena sifat kita yang suka mengampuni. Karena sifat inilah Deva Brahma, Guru kerohanian alam semesta ini mencapai kedudukannya sebagai Brahma. Kewajiban seorang brahmana adalah untuk mengembangkan sikap suka mengampuni, sifat inilah bersinar bagaikan matahari. Kepribadian Tuhan Yang Esa, Hari, puas kepada orang yang suka memberikan maaf/mengampuni. Canaknya Pandita mengatakan bahwa burung cuckoo walaupun hitam, sangat indah karena suaranya yang manis, begitu juga seorang wanita menjadi cantik karena kesucian dan kesetiaannya kepada suaminya dan orang jelek jadi bagus kalau dia terpelajar. Putraku, membunuh raja yang merupakan penguasa yang lebih daripada membunuh seorang Brahmana, tetapi sekarang kalu Engkau menjadi sadar akan Krshna dan menyembah tempat-tempat suci, maka Engkau dapat diampuni dari dosa besar ini".
Sukadeva Gosvami berkata, "Maharaja Pariksit yang baik hatik putra dinasty Kuru, ketika Parasurama diperintahkan seperti ini oleh ayahnya, Beliau segera setuju dan berkata baiklah". Selama setahun penuh Beliau berkeliling tempat-tempat suci. Setelah itu Beliau kembali ke asrama ayahNya.
Pada suatu hari, Renuka, istri Jamdagni pergi ke tepi sungai Gangga untuk mengambil air, pada saat itu dia melihat raja para Gandarva yang terhias dengan kalungan bunga padma dan sedang bermain-main dengan para Apsara (wanita surga) di sungai Gangga, Entah bagaimana dia tertarik dengan raja itu dan lupa bahwa waktu untuk api korban suci telah habis. Renuka takut akan kutukan suaminya. Oleh karena itu, ketika dia pulang dia hanya meletakkan kendi airnya di depan suaminya dan berdiri dengan tangan tercakup. Rsi Agug Jamdagni dapat mengerti perzinahan di dalam pikiran istrinya.
Oleh karena itu, Beliau sangat marah sekali dan memerintahkan putra-putranya, "Putra-putraku, bunuh perempuan berdosa ini !" Namun putra-putranya tidak menjalankan perintah ayahnya. Kemudian Jamdagni memerintahkan putra bungsunya, Parasurama untuk membunuh saudara-saudaranya yang tidak mematuhi perintahnya, dan ibunya yang telah melakuka perzinahan dalam pikirannya. Karena mengetahui kekuatan ayahNya atas pertapaan dan meditasi yang dipaktekannya, Parasurama segera membunuh ibunya dan saudara-saudaranya. Jamdagni, Putra Satyavati, merasa puas terhadap Parasurama dan menawarkan berkat apa yang dimintaNya. Parasurama menjawab, "Hidupkan kembali ibu dan saudara-saudaraku dan agar mereka lupa bahwa yang telah membunuhnya adalah diriku, berilah berkat yang aku minta, "Selanjutnya, atas berkat Jamdagni, ibu dan saudara-saudara Parsurama hidup kembali an mereka merasa bahagia, seolah-olah terbangun dari tidur yang lelap.
O raja Pariksit, putra-putra Kartaviryarjuna tidak pernah merasa bahagia karena mereka selalu ingat akan pembunuhan ayahnya yang dilakukan oleh Parasurama. Pada suatu saat, ketika Parasurama dan saudara-saudara pergi ke hutan, kesempatan ini digunakan oleh putra-putra Kartaviryarjuna untuk mendatangi asrama Jamdagni dan membalas dendam. Oleh karena itu, ketika mereka melihat Jamdagni sedang duduk di samping api untuk melakukan yajna dan sedang bermeditasi kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa mereka menggunakan kesempatan ini untuk membunuhnya. Dengan doa yang memelas Renuka, ibu Parasurama, memohon agar suaminya hidup kembali. Akan tetapi putra-putra Kartaviryarjuna begitu kejam sehingga mereka memenggal kepala Jamdagni dan melarikannya. Sambil meratap dalam kesedihan karena kematian suaminya, Renuka memukuli badannya dan menangis dengan keras, "O Rama, O Anakku" mereka bergegas kembali ke asrama, dan melihat bahwa ayahnya telah terbunuh. Dibingungkan oleh rasa sedih, marah, berang, dan ratapan, putra-putra Jamdagni menangis, "O ayah, kepribadian yang suci, Anda telah meninggalkan kami dan pergi ke planet surga. Parasurama mempercayakan mayat ayahNya kepada saudara-saudaranya lalu Beliau mengambil kapaknya dan memutuskan untuk menghabisi semua ksatria di muka bumi ini. Kemudian Parasurama pergi ke Mahismati, kota terhukum oleh dosa pembunuhnan seorang Brahmana. Di tengah-tengah kota itu Beliau membuat sebuah gunung kepala yang lepas dari badan anak-anak Kartaviryarjuna. Dengan darah-darah anak ini, Parasurama menciptakan sebuah sungai darah yang mengerikan menggemetarkan bagi raja-raja yang tidak menghormati peradaban brahmana. Karena para ksatria melakukan kegiatan yang penuh dosa, Parasurama untuk membalas dendan atas kematian ayahNya, menghancurkan semua ksatria yang ada di muka bumi ini 21 kali. Memang, di tempat yang bernama Samanta Pancaka Beliau menciptakan 9 danau yang berisi darah-darah mereka. Kemudian, Parsurama menggabungkan kepala dengan badan ayaNya dan meletakkan di atas rumput kusa.
Dengan mempersembahkan korban suci, Beliau mulai memuja Vasudeva, roh yang paling utama yang berada dimana-dimana. Setelah menyelesaikan korban suci ini Parasurama memberikan arah timur kepala hota, selatan kepala brahma, barat kepala advaryu, utara kepala udgata. 4 arah lagi kepada pendeta lainnya (hota, brahma, advaryu, dan udgata adalah nama-nama pendeta-pendeta yang melaksanakan yajna). Beliau memberikan arah tengah kepada Kasyapa dan tempat yang bernama Aryavarta (tempat diantara gunung Himalaya dan bukit Vindhya). Apapun yang masih tersisa Beliau berikan kepada para sadasnya, rekan-rekan para pendeta.
Setelah melaksanakan ritual korban suci ini, Parasurama lalu mandi yang disebut dengan avabharta anana, dengan berdiri di tepi sungai Sarasavti, bebas dari segala dosa. Parasurama nampak seperti matahari di angkasa yang berawan. Demikianlah, Jamdagni dihidupkan kembali oleh Parasurama seperti sediakala, dan Jamdagni menjadi salah seorang dari 7 Rsi dalam kelompok 7 bintang (7 rsi : Kasyapa, Atri, Vasistha, Vismamitra, Gautama, Jamdagni, dan Bhardvaja). O Raja Pariksit, pada man-vatara berikutnya. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Parasurama yang bermata bagaikan bunga padma, putra Jamdagni, akan menjadi terpelajar dalam pengetahuan Veda, dengan kata lain Beliau akan menjadi salah satu dari 7 Rsi. Sekarang Parasurama masing tinggal di pegunungan yang bernama Mahendra, seorang brahmana yang cerdas. Setelah meninggalkan senjata-senjata sebagai seorang ksatria Beliau puas sepenuhnya. Para penduduk surga seperti para Siddha, Carana dan Gandharva selalu memuja dan memuji watak dan kegiatan Beliau yang mulia.
Dengan cara seperti ini, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Pengendali Yang Paling Utama berinkarnasi pada dinasty Bhrgu dan membebaskan alam semesta terhadap beban raja-raja yang tidak diperlukan dengan membinasakan mereka berkali-kali.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar